PENDIDIKAN - Ada sebuah percakapan yang kerap mengapung di udara kota ini, antara seorang pemuda idealis dan dunia yang katanya penuh tantangan. "Apa mimpimu?" Dunia bertanya dengan nada skeptis. "Aku ingin menjadi guru, " jawab si pemuda, suaranya penuh keyakinan. Dunia tertawa kecil, getir, sambil berbisik pelan, "Kau yakin? Gaji guru tak sebanding dengan harapanmu. Idealismemu akan luruh seperti daun di musim gugur."
Namun, mari kita putar balikkan narasi itu. Bayangkan sebuah dunia di mana menjadi guru adalah profesi yang begitu dihormati, tidak hanya karena tanggung jawabnya yang mulia, tetapi juga karena gaji yang layak dan mendukung kehidupan. Dalam dunia ini, seorang pemuda tak perlu menimbang antara cita-citanya menjadi pendidik dan kebutuhan hidup yang mendesak. Ia bisa memilih jalan itu tanpa rasa takut, tanpa ragu bahwa idealismenya akan tergerus oleh realitas.
Baca juga:
Kegiatan Akhir Tahun SMK Al Huda Kota Kediri
|
Ketika gaji guru layak, pintu kesempatan terbuka lebih lebar untuk anak-anak muda yang cerdas, kreatif, dan penuh semangat. Mereka yang sebelumnya menjauh dari profesi ini karena pertimbangan finansial akan berbondong-bondong mendaftar ke lembaga pendidikan keguruan. Bayangkan saja, anak-anak muda berbakat dengan latar belakang pendidikan yang kuat, penuh ide-ide segar dan inovatif, memilih menjadi pendidik karena mereka yakin profesi ini memberikan mereka penghargaan, baik secara materi maupun moral.
Dan apa yang terjadi ketika input guru semakin berkualitas? Kelas-kelas yang sebelumnya terasa monoton menjadi laboratorium kreativitas. Pelajaran matematika tidak lagi hanya angka-angka kaku, tetapi cerita-cerita yang menumbuhkan rasa ingin tahu. Biologi menjadi petualangan, sejarah menjadi panggung drama, dan seni menjadi ruang eksplorasi tanpa batas. Guru tidak lagi sekadar mentransfer pengetahuan, tetapi menjadi fasilitator yang menginspirasi dan mendorong siswa untuk berpikir kritis.
Seorang guru yang dihargai secara layak akan bekerja dengan penuh dedikasi. Ia tidak akan pulang ke rumah dengan kepala penuh beban memikirkan tagihan-tagihan yang menumpuk. Sebaliknya, ia akan pulang dengan kepala yang penuh ide untuk menyusun pelajaran yang lebih menarik. Pikirannya bebas menciptakan, tidak terkekang oleh kekhawatiran akan kebutuhan hidup. Dalam kondisi seperti ini, guru tidak hanya mengajar; ia menghidupkan kelas, menyalakan semangat belajar pada setiap murid.
Kini, bayangkan dampaknya pada generasi yang diajar oleh guru-guru idealis ini. Anak-anak tumbuh dengan rasa percaya diri dan rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka diajarkan bukan hanya untuk lulus ujian, tetapi untuk memahami dunia, untuk menjadi problem-solver, inovator, dan pemimpin masa depan. Pendidikan yang kreatif dan inovatif akan melahirkan generasi yang siap menghadapi tantangan zaman.
Namun, semua ini hanya akan terjadi jika gaji guru dihargai sesuai dengan tanggung jawab besar yang mereka pikul. Investasi pada gaji guru bukan hanya investasi pada individu, tetapi pada masa depan bangsa. Jika guru dihargai, mereka akan menciptakan generasi emas. Jika tidak, kita hanya mengulang lingkaran kegagalan: pendidikan yang setengah hati, siswa yang kehilangan arah, dan bangsa yang berjalan tanpa tujuan.
Jadi, mari kita jadikan profesi guru sebagai profesi yang diidamkan, bukan karena idealisme semata, tetapi karena dukungan nyata yang mereka dapatkan. Dunia akan lebih baik jika guru adalah orang-orang yang mencintai apa yang mereka lakukan, didukung oleh penghargaan yang pantas. Dan di dunia seperti itu, kita semua akan menjadi murid yang lebih baik.
Apa kau siap untuk ikut berjuang demi dunia seperti itu?
Jakarta, 25 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi